Ibu Ibrahim Putra Nabi Muhammad

Bantahan untuk Kaum Yahudi

Sebagaimana keterangan Muhammad Husain Haekal, sikap para rahib di kalangan kaum Yahudi yang bersikukuh bahwa putra Nabi Ibrahim yang pertama bukan Ismail, tetapi Ishaq, menjadi narasi historis yang diyakini kebenarannya hingga saat ini. Berdasarkan keyakinan kaum Yahudi, putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan adalah sosok Ishaq—yang secara historis adalah putra Nabi Ibrahim dari istrinya yang bernama Sarah yang lahir setelah Ismail. Dengan narasi historis semacam ini, dapatlah diketahui bahwa dalam keyakinan kaum Yahudi, peristiwa penyembelihan suci itu bukan terjadi di bukit Mina.

Abdul Wahhab An-Najjar, dalam buku Qishash Al-Anbiya, berhasil membantah pendapat para rahib Yahudi berdasarkan argumentasi yang bersumber dari Taurat. Menurut An-Najjar, dalam Taurat disebutkan bahwa yang disembelih adalah putra Ibrahim satu-satunya. Penelitian Jerald F. Dirks (2006) berhasil mengungkap kesalahan pendapat para rahib Yahudi, bahwa sesungguhnya yang dikurbankan adalah Ismail, bukan Ishaq. Sebab, Ismail adalah putra Ibrahim yang pertama dari istri keduanya yang bernama Hajar. Sarah, istri pertama Ibrahim, belum juga hamil sewaktu Hajar melahirkan Ismail. Justru, Sarah hamil dalam usia sangat tua.

Masih menurut An-Najjar, kisah tentang penyembelihan anak tersebut, sebagaimana versi Taurat, terjadi di atas bukit Jeru-El. Secara bahasa, kata Jeru-El (Ibrani) berarti “Tuhan akan menyediakan.” Jeru-El inilah yang kemudian dikenal dengan bukit Mina. Para sejarawan, baik dari kalangan Yahudi maupun kaum Muslimin, telah sepakat bahwa Jeru-El adalah bukit Mina, yang letaknya sekitar 6 mil di sebelah timur kota Makkah. Dengan demikian, jelaslah bahwa kisah penyembelihan putra Nabi Ibrahim hanya berlaku untuk Ismail. Bukankah Sarah dan Ishaq tidak pernah ke Makkah? Jika para rahib Yahudi masih bersikukuh bahwa Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim yang disembelih di bukit Jeru-El, maka itu suatu kebohongan besar!

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar, istri keduanya, dan Ismail, putra satu-satunya, di sebuah kawasan tandus di lembah Bakkah (Makkah). Pasca percekcokan antara Sarah dan Hajar yang disebabkan oleh rasa cemburu yang meluap-luap, akhirnya Ibrahim memutuskan untuk membawa Hajar dan Ismail ke suatu tempat yang jauh. Dari Hebron (Palestina), Ibrahim mengajak Hajar bersama Ismail berjalan ke arah tenggara, melewati padang tandus dan semi tandus menempuh Rute Wewangian (Incense Route)—jalur purba yang biasa digunakan oleh para kafilah dagang (Jerald F. Dirks, 2006: 127).

Di lembah Bakkah, Nabi Ibrahim yang diliputi perasaan emosional, antara takut dan cemas bercampur aduk manakala dia dihadapkan pada keputusan harus meninggalkan Ismail yang masih kecil, seraya berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS Ibrahim: 37).

Sekitar 11 tahun kemudian, lembah Bakkah sudah berubah menjadi pemukiman penduduk yang ramai. Kedatangan kaum Yorhamit (Bani Jurhum) telah meramaikan kawasan ini. Ketika Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail, kawasan ini masih gersang dan tidak berpenghuni. Setelah Hajar menemukan mata air Zam-zam, kawasan ini banyak didatangi kaum Yorhamit. Mereka adalah bangsa nomaden dari Yaman yang memohon izin kepada Hajar, pemilik mata air Zam-zam, untuk menetap di kawasan ini. Tumbuhlah pemukiman penduduk baru. Mereka mulai bercocok tanam karena mendapat surplus pengairan dari mata air Zam-zam.

Kurang lebih selama 11 tahun Ibrahim telah meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di lembah Bakkah. Kerinduan seorang ayah kepada putranya tidak dapat tertahan setelah 11 tahun berpisah. Dalam usia 99 tahun, Nabi Ibrahim memutuskan untuk berkunjung ke Makkah, menemui Ismail, putra satu-satunya, dan Siti Hajar, istri keduanya yang telah memberikan kebahagian tiada tara. Akan tetapi, pertemuan yang mengharukan antara sang ayah dengan putranya tersebut justru dibayang-bayangi kengerian lewat sebuah mimpi. Pada suatu malam, Ibrahim yang baru saja bertemu dengan Ismail, mendapat ujian berat untuk mengurbankan putra satu-satunya. Ismail baru saja berumur sekitar 13 tahun, ketika Ibrahim menyampaikan pesan Tuhan dalam mimpinya. Sang ayah hampir saja tidak percaya mendengar jawaban sang anak yang sangat tunduk pada perintah Tuhan (QS. Ash-Shaffat: 102).

Pesan lewat mimpi yang menyeramkan ini betul-betul menjadi ujian terberat yang harus ditanggung Ibrahim, Hajar, dan Ismail. Tetapi, ketiga hamba Tuhan ini adalah manusia-manusia pilihan yang telah teruji kepatuhan dan ketaatan dalam menjalankan perintah. Bahkan, Iblis pun tidak sanggup menggoda ketiganya.

Dalam buku Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haikal mengisahkan bahwa Iblis telah menjelma menjadi seorang laki-laki Arab menemui Siti Hajar seraya menghasut, “Tahukah engkau kemana Ibrahim membawa anakmu?” Jawab Hajar, “Ia pergi mencari kayu dari lereng bukit itu!” Iblis menimpali, “Tidak! Ia pergi akan menyembelihnya!” Hajar kembali menjawab, “Ia mendakwakan bahwa Tuhan yang perintahkan itu!” Iblis pun kalah, tak mampu mempengaruhi keteguhan hati Hajar.

Iblis masih terus berusaha menggagalkan rencana pengurbanan Ismail. Kepada Ismail, Iblis menjelma sebagai seorang laki-laki Arab dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang pernah disampaikan kepada Hajar. Namun, pertanyaan-pertanyaan hasutan dari Iblis dijawab oleh Ismail sama seperti jawaban ibunya. Begitu juga kepada Ibrahim, dalam perjalanan menuju bukit Mina, Iblis berusaha menggagalkan rencana pengurbanan tersebut. Tetapi, Ibrahim justru malah mengabaikannya, bahkan ia melaknatinya.

Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim as.

6 : 84 | 11 : 71 | 19 : 49 | 21 : 72 | 29 : 27

QS. Al-'An`am [6] : 84

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ ۚ كُلًّا هَدَيْنَا ۚ وَنُوحًا هَدَيْنَا مِن قَبْلُ ۖ وَمِن ذُرِّيَّتِهِۦ دَاوُۥدَ وَسُلَيْمَٰنَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَٰرُونَ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ

Kementrian AgamaDan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

وَٱمْرَأَتُهُۥ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَٰهَا بِإِسْحَٰقَ وَمِن وَرَآءِ إِسْحَٰقَ يَعْقُوبَ

Kementrian AgamaDan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.

فَلَمَّا ٱعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا

Kementrian AgamaMaka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.

QS. Al-'Anbya' [21] : 72

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا صَٰلِحِينَ

Kementrian AgamaDan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh

QS. Al-`Ankabut [29] : 27

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِى ذُرِّيَّتِهِ ٱلنُّبُوَّةَ وَٱلْكِتَٰبَ وَءَاتَيْنَٰهُ أَجْرَهُۥ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Kementrian AgamaDan Kami anugrahkan kepda Ibrahim, Ishak dan Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.

Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur

Perdebatan di kalangan para peneliti sejarah mengenai siapa sebenarnya putra Nabiyullah Ibrahim Alaihi salam yang disembelih menarik untuk disimak. Apakah Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Bangsa Arab ataukah Nabi Ishaq Alaihi salam yang merupakan kakek moyang bangsa Yahudi?

Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai ibadah qurban termaktub dalam Al-Quran surah As-Shaffat [37] ayat 99-111, yaitu:

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (٩٩) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (١٠٨) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (١٠٩) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (١١١) (الصفّت [٣٧] : ٩٩ــــ١١١

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

“Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.(99) Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh (100) Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (101). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103)Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim (104), sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106)Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu). (108)Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. (109) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (110) Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (111)”.

Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Isma’il Al-Fatani dalam kitab Misbahul Munir menjelaskan maksud anak yang sabar pada ayat:{فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ} “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” adalah Ismail Alaihi salam yang lahir dari seorang wanita shalihah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam, bernama Hajar.

Di antara sahabat yang berpendapat bahwa yang disembelih ialah Ismail antara lain Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, dan Abu at-Thufail ‘Amir bin Watsilah. Dari kalangan tabiin antara lain Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan al-Bashri. Kalangan mufasir yang mendukung pendapat ini ialah Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, At-Thabrisi, Thabathabai, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, Thabathabai, An-Nasafi, Sa’id Hawa’, Thahir ibnu ‘Asyur.

Menurut Sheikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, dalam bukunya Zaujatul Ambiya, Hajar pada awalnya merupakan budak yang membantu Sarah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam yang pertama. Hajar lah yang menemani Nabi Ibrahim Alaihi salam dalam perjalanan panjang dari Palestina menuju Makkah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Menurut kaum Ahli Kitab, disebutkan di dalam nas kitab-kitab mereka bahwa ketika Ibrahim Alaihi salam mempunyai anak, Ismail, ia berusia 86 tahun dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq dari istrinya Sarah, beliau berusia 99 tahun. Jadi selisih umur Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam adalah 13 tahun. Kaum Ahli Kitab mengakui bahwa Nabi Ibrahim Alaihi salam diperintahkan untuk menyembelih anak tunggalnya, atau dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya.

Akan tetapi, orang-orang Yahudi mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq Alaihi salam. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq Alaihi salam sebagai ganti Ismail Alaihi salam karena bapak moyang mereka adalah Ishaq Alaihi salam, sedangkan Ismail Alaihi salam adalah bapak moyang bangsa Arab. Kebiasaan orang Yahudi mengubah ayat-ayat kitabullah dan berdusta disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran, antara lain:

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (ال عمران [٣]: ٧٨)

“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 78)

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ۚ…. (النساء[٤]: ٤٦)

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama…..” (QS. An-Nisa [4]: 46)

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ۙ وَنَسُوا۟ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۖ…. (المائدة[٥]: ١٣)

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat),…” (QS. Al-Maidah [5]: 13)

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Orang-orang Yahudi dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan pengertian anak tunggal dengan “anak yang ada di sisimu”. Alasannya karena Ismail Alaihi salam telah dibawa pergi oleh Ibrahim Alaihi salam bersama ibunya ke Mekah.

Takwil penyimpangan seperti ini merupakan hal yang batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam. Lagi pula, secara manusiawi, anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelih­nya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.

Ibnu Katsir menyebutkan, sejumlah ahlul ‘ilmi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq Alaihi salam, menurut apa yang telah diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf; sehingga ada yang menukilnya dari sebagian sahabat. Tetapi hal tersebut bukan bersumber dari Kitabullah, bukan pula dari Sunnah. Dapat dipastikan bahwa hal tersebut tidaklah diterima, melainkan dari ulama Ahli Kitab, lalu diterima oleh orang Muslim tanpa alasan yang kuat.

Karena Al-Quran telah menyebutkan berita gembira bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam akan kelahiran seorang putra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih), maka jelaslah bahwa yang dimaksud adalah Ismail Alaihi salam, bukan Ishaq Alaihi salam.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Sementara itu, kalangan Syiah menganggap bahwa orang yang menyebarkan berita kebohongan mengenai hal itu adalah seorang Bernama Ka’ab Al-Ahbar. Ia adalah seorang anak Yahudi yang dipercaya memberi fatwa kepada umat Islam di masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.

Sahabat Abu Dzar al-Ghifari yang masih hidup semasa itu sempat sangat marah kepada Ka’ab. Abu Dzar pernah memukul Ka’ab dengan tongkat yang dibawanya sambil berkata: “Hai anak dari wanita Yahudi! Apakah engkau ingin mengajari kami tentang agama kami?”

Pada masa pemerintahan Mu’awiyyah, Ka’ab juga dipercaya untuk menjadi pembesar di Damaskus. Dari jabatannya itu, ia membuat-buat cerita dusta tentang keunggulan kota Damaskus serta para penghuninya lebih unggul dari kota lain atau provinsi lain sehingga timbul kebanggaan orang-orang Damaskus dan muncul perasaan kagum orang-orang yang tidak bermukim di kota itu.

Berita gembira kelahiran Ismail Alaihi salam disebutkan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail Alaihi salam. Adapun berita gembira kelahiran Ishaq disebutkan dengan diksi  ghulām alīm (anak pintar), bahwa Nabi Ishak Alaihi salam akan menjadi seorang ulama di masa dewasanya (Tafsir At-Thabari, 8/7626).

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Dalam ayat lainnya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ (Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya) dalam surah Maryam [19]: 54) merupakan sifat yang menonjol pada diri Nabi Ismail Alaihi salam, sekalipun sifat itu bisa saja tampak pada diri orang lain. Namun, semua ahli sejarah sepakat bahwa sifat mulia itu tersemat pada diri Ismail Alaihi salam  yang tulus dalam berjanji dan menunaikannya.

Adapun janji Ismail Alaihi salam yang telah dilaksanakannya dengan benar. Ia telah menyerahkan diri untuk jadi qurban, tanpa ragu-ragu dan bimbang. Makanya ia berhak untuk mendapat keistimewaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang benar janjinya.

Buah dari kesabaran atas ujian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantinya dengan hewan sebagai qurban, dan menyelamatkan Ismail dari rencana untuk disembelih, lalu Ibrahim diberi putera lainnya : وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ (Dan kami beri Ibrahim Ishaq).

Dalam buku Zādul Ma’ād karya Ibnu Qayyim Al-Jauzi dan beberapa referensi lainnya menyimpulkan bahwa yang jadi qurban itu Ismail Alaihi salam. Demikian pula pendapat sebelumnya yang diperkuat hadits  riwayat al-Hakim dari Muawiyah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam tidak menyangkal denga gelar yang diberikan orang-orang yang menyebutnya ‘ Ibn al-Zabīhīn” (anak keturunan korban). Sebagaimana diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan darinya, bahwa beliau bersabda:  أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ  “Saya adalah putra dua orang yang dikorbankan.” Dalam hadits riwayat Al-Hakim, yang dimaksud dua orang yang dikorbankan adalah; Pertama, Abdullah bin Abdul Muttalib, yang ketika itu Abdul Muttalib bernazar akan menyembelih putranya yang kesepuluh jika ia memiliki anak lelaki. Namun atas saran masyarakat Makkah, Abdullah tidak jadi disembelih dan sebagai gantinya, Abdul Muttalib menyembelih seratus ekor unta.

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Kedua, adalah Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi salam dan bangsa Arab dari jalur Adnan. Menurut Ibnu Katsir, hadits tersebut kedudukannya Gharib sekali, sementara ulama lain mengatakan shahih.

Untuk memastikan bahwa putra Ibrahim Alaihi salam yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam, Ibnu Katsir dalam tafsirnya membuat judul “Atsar-atsar yang bersumber dari ulama salaf tentang siapa yang disembelih”.

Setelah menjelaskan kelemahan-kelemahan dari pendapat yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam, yang ternyata sanad-sanadnya dhaif, bahkan ada yang matruk (perawinya bohong) dan munkar (tidak diterima), Ibnu Katsir kemudian membuat judul selanjutnya :”Atsar-atsar yang menyebutkan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam” yang derajatnya adalah shahih dan dapat dijadikan pegangan pasti.

Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat dari Ibu Abbas: “Bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Sementara orang Yahudi yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam sesungguhnya mereka telah berdusta.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Israil (seorang ahli hadits) meriwayatkan dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Ibnu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa dia (yang disembelih) adalah Ismail Alaihi salam. Hal yang sama juga dikatakan oleh Yusuf bin Mahran. As-Sya’bi mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam dan dia pernah melihat sepasang tanduk gibasy (domba) di dalam Ka’bah.

Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa anak yang diperintahkan Allah agar disembelih oleh Ibrahim Alaihi salam di antara salah satu dari anaknya adalah Ismail Alaihi salam.

Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Muhammad bin Ka’ab ada bersamanya di Syam Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah. Ia berkata: “Sesungguhnya berita ini merupakan berita yang belum aku perhatikan dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau katakan.”

Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz memanggil seorang laki-laki Yahudi dari kalangan ulama mereka yang sudah memeluk Islam dan berbuat baik dalam keislamannya. Lalu, Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya: “Manakah di antara kedua putra Ibrahim Alaihi salam yang diperintahkan untuk disembelih?” Laki-laki itu menjawab: “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar tahu tentang hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian, Bangsa Arab jikalau bapak kalian yang dimaksudkan dalam perintah Allah serta keutamaan yang dimiliki Ismail Alaihi salam berkat kesabarannya. Mereka berbalik mengingkari hal tersebut dan menganggap bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam karena ia adalah Bapak moyang mereka.” Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih tahu tentang siapa sebenarnya yang disembelih. Yang pasti, baik Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam, keduanya adalah hamba yang baik dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

Dari uraian di atas, penulis berkeyakinan bahwa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi salam adalah Nabi Ismail Alaihi salam, bukan Nabi Ishaq Alaihi salam, sesuai dengan fakta-fakta sejarah dan kekuatan sanad (sandaran periwayatannya).

Wallahu a’alam bis shawab. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman

Saepul Basri, M.Ed. *)

Ada hal yang menarik dari bagaimana kedua putra Nabi Ibrahim Alaihissalam disebutkan di dalam Al-Qur'an: Nabi Ishak disebut sebagai "Ghulaamun 'Alim" sedangkan Nabi Ismail disebut "Ghulaamun Halim". Kedua sebutan tersebut ('ALIM dan HALIM) memang mirip (di sini estetika sastra AlQur'an sangat terasa) tetapi jelas berbeda (sehingga maknanya menjadi distinktif dan presisi).

Alim berarti cerdas atau pintar sedangkan Halim lebih berarti taat, sabar dan rendah hati.

Kedua sebutan ini menjadi sangat relevan ketika dikaitkan dengan karakter yang diinginkan orang tua pada anak-anaknya. Semua kita sepertinya tidak akan dapat membantah bahwa kita tidak saja menginginkan putra-putri kita menjadi cerdas seperti Nabi Ishak tetapi juga harus berhati lembut seperti Nabi Isma'il.

Hal ini juga selaras dengan tujuan pendidikan di mana-mana, Timur maupun Barat. Kita ambil sebagai contoh misalnya tujuan-tujuan pendidikan yang termaktub dalam Deklarasi Melbourne yang menjadi acuan kebijakan pemerintah Australia dalam mengarahkan pendidikan nasional dan peran sekolah. Disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan individu yang memiliki moral dan etika, berpengetahuan, berwawasan sosial dan bertanggungjawab. Moral dan etika adalah refleksi dari sifat Halim sedangkan pengetahuan adalah wujud dari sifat 'Alim.

Semoga kita dapat mengambil hikmahnya untuk diri dan anak-anak didik kita. Amin.

*) Penulis adalah Guru SMAN 1 Janapria - Lombok Tengah

Nabi Muhammad SAW memiliki tiga putra dari pernikahannya. Beliau memberikan nama-nama yang berarti baik lagi mulia. Namun, atas ketetapan dan kuasa Allah SWT, ketiganya meninggal ketika masih kecil.

Merangkum buku Sejarah Agung Hasan dan Husain yang disusun oleh Ukasyah Habibu Ahmad, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan sejarawan muslim mengenai jumlah istri Rasulullah SAW. Namun, pendapat yang paling banyak disepakati ialah 12 orang.

Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid RA, Saudah binti Zam'ah RA, Aisyah binti Abu Bakar RA, Hafshah binti Umar RA, Zainab binti Khuzaimah RA, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah RA, Zainab binti Jahzi RA, Juwairiyah binti al-Harits RA, Ummu Habibah binti Abu Sufyan RA, Shafiyah binti Huyai RA, Mariyah al-Qibthiyah RA, dan Maimunah binti al-Harits RA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari istri-istri tersebut, Rasulullah dikaruniai tujuh orang anak yang terdiri atas tiga anak laki-laki dan empat anak perempuan. Putra dan putri beliau adalah Qasim RA, Abdullah RA, Zainab RA, Ruqayyah RA, Ummu Kultsum RA, Fatimah RA, dan Ibrahim RA.

Keenam putra dan putri beliau lahir dari rahim Sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA. Sementara itu, satu orang putra lahir dari rahim Sayyidah Mariyah al-Qibthiyah RA, yakni Ibrahim RA.

Qasim atau Al-Qasim terlahir sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi dan rasul. Namun, pada usia sekitar 2 tahun kematian menjemputnya. Di masa yang sama, lahir Zainab. Setelah dewasa, Zainab menikah dengan Laqih yang bergelar Abul Ash bin Rabi.

Adapun Abdullah atau yang dijuluki dengan gelar Ath-Thayyib dan At-Thahir juga lahir pada masa pra kenabian, meski dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah dilahirkan pasca Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul.

Sama halnya dengan Qasim, Abdullah juga meninggal pada waktu masih bayi sehingga tidak banyak catatan yang tertinggal tentangnya. Disebutkan dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif bahwa Abdullah wafat ketika Rasulullah masih berada di Mekkah.

Sementara itu, putra Rasulullah yang bernama Ibrahim, yang juga satu-satunya anak kandung beliau yang lahir selain dari rahim Khadijah, lahir di bulan Dzulhijjah pada tahun ke-8 H. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopian Muhammad.

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ibrahim wafat sejak masih kecil, yakni ketika masih beberapa bulan. Menurut riwayat yang berbeda, Ibrahim wafat pada umur 2 tahun. Meskipun kebersamaan Rasulullah bersama Ibrahim sangat singkat, tetapi kehadiran putra bungsunya memberikan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga beliau.

Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul dan nabi terakhir. Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur'an surat Al Ahzab ayat 40,

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ

Artinya: Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Syahruddin El-Fikri menyebutkan dalam bukunya Situs-Situs dalam Al-Qur'an: Dari Peperangan Daud Melawan Jalut Hingga Gua Ashabul Kahfi bahwa Ibnu Abbas, sahabat sekaligus mufassir terkemuka di zaman nabi mengomentari ayat tersebut dengan menafsirkan firman Allah sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah Yang Maha Mengetahui.

Allah tidak menjadikan salah satu anak Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul karena sejatinya Allah berkehendak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Tidak sama seperti nabi-nabi dari zaman sebelumnya yang merupakan ayah dan anak.

Berdasarkan logika tersebut, Ibnu Abbas mengaitkan bukti sejarah bahwa putra-putra Rasulullah wafat di usianya yang masih amat belia. Apabila putra-putra Rasulullah hidup sampai dewasa, tidak mustahil jika di kemudian hari orang-orang akan mendewakan salah satunya dan mengangkatnya sebagai nabi.

Namun, karena ketetapan dan kekuasaan Allah, putra-putra Rasulullah pun kembali ke sisi-Nya. Allah telah menetapkan takdir mereka dengan tidak menjadikan salah satu di antara mereka hidup hingga dewasa. Hal itulah yang mempertegas bahwa Rasulullah adalah nabi sekaligus rasul terakhir yang diutus oleh Allah.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abi Aufa, dia berkata, "Putra Nabi Muhammad SAW meninggal dunia ketika masih kecil. Seandainya setelah Nabi Muhammad SAW itu akan diutus nabi lagi, maka dialah yang akan menjadi penggantinya (putra Nabi Muhammad SAW). Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak akan ada nabi lagi setelahnya."

Itulah nama-nama ketiga putra Nabi Muhammad yang meninggal di usia mereka yang masih kecil. Dengan mengetahui kebenarannya, semoga umat muslim dapat semakin mengimani bahwa Rasulullah merupakan nabi dan rasul terakhir.

Dalam keyakinan kaum Yahudi, putra Ibrahim yang dikurbankan adalah Ishaq. Dan peristiwa penyembelihan terjadi di Palestina. Ini jelas berbeda dengan keyakinan umat Islam karena putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan adalah Ismail dan peristiwa penyembelihan terjadi di bukit Mina. Jika perang narasi historis ini sekedar propaganda politik di sosial media, tentu para netizen dari kalangan muslim akan mudah meng-counter-nya. Tetapi perang narasi historis ini bersumber dari kitab suci yang berbeda sehingga kontennya diyakini sebagai kebenaran suci pula.

Peristiwa di Bukit Mina

Nabi Ibrahim dan Ismail bergegas menuju bukit Mina untuk menunaikan perintah Tuhan. Menurut Jerald F. Dirks (2006: 151), selama dalam tengah perjalanan menuju bukit, Ibrahim mengumpulkan beberapa potong kayu yang akan digunakan untuk membakar tubuh Ismail setelah disembelih. Sungguh suatu pemandangan yang sangat mengharukan, karena justru Ismail menawarkan diri untuk membantu ayahnya membawa potongan-potongan kayu yang akan digunakan untuk membakar jasadnya. Potongan-potongan kayu diikat lalu dipanggul Ismail di punggungnya. Ismail melakukannya dengan sadar.

Sampai di puncak bukit Mina, Nabi Ibrahim mempersiapkan upacara pengurbanan tersebut. Ismail pun turut membantu sang ayah membuat sebuah altar dan menyalakan api untuk membakar dirinya. Keduanya tetap kokoh pada pendirian bahwa apa yang mereka lakukan adalah perintah Tuhan. Tidak terbersit sedikit pun dalam hati kedua manusia terpilih ini dalam menjalankan perintah Tuhan.

Tibalah saatnya menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim menggenggam pisau tajam untuk menyembelih putra kesayangannya. Sambil berbaring, Ismail menempelkan wajah dan dahinya di atas altar. Sampai pada saat pisau diayunkan ke arah tengkuk Ismail, keyakinan Nabi Ibrahim tetap kokoh. Tuhan pun menyatakan bahwa nabi-Nya telah lulus ujian sebagai bukti kepatuhan dan ketaatannya. Sebelum mata pisau menyentuh tengkuk Ismail, tangan Ibrahim terhenti di udara, bersamaan dengan datangnya seruan dari langit, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu! Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (QS. Ash-Shaffat: 104-107).

Mendengar seruan dari langit, Ibrahim mengamati di sekelilingnya dengan air mata kebahagiaan tiada tara. Dia melihat seekor domba yang tersangkut tanduknya di semak-semak. Setelah melepaskan domba itu, Ibrahim meletakkan di atas altar sebagai kurban. Peristiwa pada malam di bukit Mina ini menjadi sejarah sakral yang diabadikan dalam agama Islam sebagai ritual kurban pada hari raya haji.

Konflik Siti Sarah dan Siti Hajar

Sumber-sumber penelitian Jerald F. Dirks cukup kredibel untuk mengungkap alasan kenapa terjadi konflik keluarga antara Siti Sarah dengan Siti Hajar. Meskipun Siti Sarah yang menyarankan kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Siti Hajar—dengan tujuan mendapatkan keturunan darinya—tetapi konsekuensi logis dari tradisi perkawinan poligami adalah ketidakmampuan seorang suami untuk bersikap adil kepada istri-istrinya. Dalam syariat samawi, khususnya agama Islam, menghalalkan perkawinan poligami, tetapi dalam pelaksanaannya justru terasa berat.

Tampaknya, skenario tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan sebelumnya. Perkawinan Ibrahim dengan Hajar bukannya menambah keharmonisan, tetapi membuat rumah tangga Nabi Ibrahim dan Siti Sarah di ambang keretakan. Konon, karena dilandasi atas rasa cemburu, Sarah mengusir Hajar dari tempat tinggal mereka bertiga.

Rumah tangga Ibrahim betul-betul di ambang keretakan. Sarah, istri pertama Ibrahim yang sangat setia menemani selama perjuangannya, tidak dapat menahan cemburu. Tetapi, pada akhirnya, Sarah sadar akan sikapnya terhadap Hajar. Dia pun berusaha memperbaiki sikapnya terhadap budak perempuannya itu.

Hingga pada suatu ketika, Siti Hajar hamil. Kondisi inilah yang kemudian memicu kembali kecemburuan Sarah. Apalagi, usia Sarah makin uzur. Ditambah lagi dia tidak dikaruniai anak. Sewaktu Hajar melahirkan putranya, Ismail, justru Sarah mengusirnya. Untuk menjaga keutuhan rumah tangga Nabi Ibrahim yang telah dibangun selama bertahun-tahun dengan Sarah, akhirnya Hajar dibawa pergi menjauh dari Hebron. Siti Sarah sendiri akhirnya diliputi rasa cemburu karena Nabi Ibrahim dinilai terlalu berat sebelah dalam mencurahkan kasih sayang kepada Hajar, apalagi istri keduanya ini telah memberikan seorang anak yang lucu (Nurcholish Madjid, 2002: 57).

Perang Narasi Historis

Narasi historis kehidupan Nabi Ibrahim bersama Siti Sarah dan Siti Hajar yang kemudian melahirkan putra pertama, Ismail, memang berbeda antara keyakinan bangsa Yahudi dengan umat Islam. Berdasarkan sumber Muhammad Husain Haekal, dalam buku Sejarah Hidup Muhammad, para rahib di kalangan kaum Yahudi bersikukuh bahwa putra Nabi Ibrahim yang pertama bukan Ismail, tetapi Ishaq. Dalam keyakinan kaum Yahudi, putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan adalah Ishaq, dari istrinya yang bernama Siti Sarah.

Sebagai konsekuensi dari keyakinan atas narasi historis tersebut, menurut keyakinan kaum Yahudi, maka peristiwa penyembelihan bukan terjadi di Mina—sebuah kawasan perbukitan yang terletak 6 mil di sebelah timur kota Makkah, tetapi sayang sumber-sumber biblikal tidak menyebut secara eksplisit tempat kejadian tersebut. Jika benar yang dikurbankan adalah Ishaq putra Siti Sarah, maka besar kemungkinan kejadian tersebut di Hebron (Palestina).

Apa yang membuat para rahib Yahudi yakin bahwa sosok Ishaq yang dikurbankan, bukan Ismail sebagaimana keyakinan umat Islam, tidak lebih dari gaya sikap dan perilaku Nabi Ibrahim yang konon lebih dekat secara emosional dengan Ishaq. Setidak-tidaknya, inilah alasan yang menurut keterangan Ahmad Syalabi dalam buku Sejarah Yahudi dan Zionisme (2006), sebagai dasar penetapan keyakinan mereka atas peristiwa pengurbanan sakral tersebut. Sederhananya, Nabi Ibrahim jauh lebih menyayangi Ishaq ketimbang Ismail.

Baik Muhammad Husain Haekal maupun Ahmad Syalabi telah membantah data dan argumen historis peristiwa penyembelihan sakral tersebut. Penelitian terbaru tentang biografi Nabi Ibrahim dilakukan oleh Jerald F. Dirks yang diterbitkan dengan judul, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan (2006), juga menguatkan sanggahan atas data dan argumen historis para rahib Yahudi.

Apa yang menarik dan mungkin luput dari kajian dan analisis para sejarawan adalah tentang situasi kehidupan rumah tangga Nabi Ibrahim, Siti Sarah, dan Siti Hajar selama di Hebron—tepatnya ketika Siti Hajar mengandung putra Nabi Ibrahim yang kelak diberi nama Ismail. Usia Sarah pada waktu itu sudah uzur yang dinilai sulit untuk memiliki anak. Padahal, pasangan Nabi Ibrahim dan Siti Sarah telah lama mengharapkan kehadiran anak dalam keluarga mereka. Ketika kehadiran anak pertama dalam keluarga justru dari Siti Hajar—hamba sahaya hadiah dari Firaun—bukan dari Siti Sarah, maka gejolak psikologis yang mewarnai pertengkaran hebat antara mereka tidak dapat dipungkiri lagi.

Bantahan terhadap Film berjudul: His Only Son

Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Baru-baru ini, sebuah film berjudul His Only Son tayang di beberapa bioskop di Indonesia. Film tersebut menuai kontroversi karena dalam ceritanya menyebut bahwa Nabi Ishak Alaihi Salam yang dikorbankan oleh Nabi Ibrahim Alaihi Salam.

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Beberapa tokoh masyarakat di Indonesia menolak film tersebut ditayangkan untuk khalayak umum karena ceritanya bisa meracuni akidah umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di Indonesia.

Pada tulisan berikut, penulis akan memaparkan kebohongan sejarah tentang siapa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Hal itu dibuat oleh kaum Yahudi untuk membolak-balikkan fakta kebenaran kisah dalam Al-Qur’an.

Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Bangsa Arab yang merupakan putra sah dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Dari nasab jalur beliau lah, silsilah (garis keturunan) Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam sampai kepada Nabi Ibrahim Alaihi Salam.

Fakta itulah yang diingkari oleh Kaum Yahudi sehingga mereka terus-menerus berusaha memalsukan sejarah tentang keabsahan nasab Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam sebagai pelanjut agama yang dibawa Nabi Ibrahim Alaihi Salam.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

Penjelasan Para Ulama Tafsir

Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai ibadah qurban termaktub dalam Al-Quran surah As-Shaffat [37] ayat 99-111, yaitu:

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) (الصفّت [٣٧] : ١٠١ــــ١٠٧)

“Maka Kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (101). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103) Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim (104), Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106) Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

As-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Isma’il Al-Fatani dalam kitab Misbahul Munir menjelaskan maksud “anak yang sabar” pada ayat: {فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ} “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” adalah Ismail Alaihi salam yang lahir dari seorang wanita shalihah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam, bernama Hajar.

Di antara sahabat yang berpendapat bahwa yang disembelih ialah Ismail antara lain Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, dan Abu at-Thufail ‘Amir bin Watsilah. Dari kalangan tabiin antara lain Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan al-Bashri. Kalangan mufasir yang mendukung pendapat ini ialah Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, At-Thabrisi, Thabathabai, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, Thabathabai, An-Nasafi, Sa’id Hawa’, Thahir ibnu ‘Asyur.

Menurut Sheikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, dalam bukunya Zaujatul Ambiya, Hajar pada awalnya merupakan budak yang membantu Sarah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam yang pertama. Hajar lah yang menemani Nabi Ibrahim Alaihi salam dalam perjalanan panjang dari Palestina menuju Makkah.

Berita gembira kelahiran Ismail Alaihi salam disebutkan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail Alaihi salam. Adapun berita gembira kelahiran Ishaq disebutkan dengan diksi ghulām alīm (anak pintar), bahwa Nabi Ishak Alaihi salam akan menjadi seorang ulama di masa dewasanya (Tafsir At-Thabari, 8/7626).

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

Adapun janji Ismail Alaihi salam yang telah dilaksanakannya dengan benar. Ia telah menyerahkan diri untuk jadi qurban, tanpa ragu-ragu dan bimbang. Makanya ia berhak untuk mendapat keistimewaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang benar janjinya.

Buah dari kesabaran atas ujian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantinya dengan hewan sebagai qurban, dan menyelamatkan Ismail dari rencana untuk disembelih.

Penjelasan Ibnu Katsir

Untuk memastikan bahwa putra Ibrahim Alaihi salam yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam, Ibnu Katsir dalam tafsirnya membuat judul “Atsar-atsar yang bersumber dari ulama salaf tentang siapa yang disembelih”.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Setelah menjelaskan kelemahan-kelemahan dari pendapat yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam, yang ternyata sanad-sanadnya dhaif, bahkan ada yang matruk (perawinya bohong) dan munkar (tidak diterima), Ibnu Katsir kemudian membuat judul selanjutnya:” Atsar-atsar yang menyebutkan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam” yang derajatnya adalah shahih dan dapat dijadikan pegangan pasti.

Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat dari Ibu Abbas: “Bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Sementara orang Yahudi yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam sesungguhnya mereka telah berdusta.”

Israil (seorang ahli hadits) meriwayatkan dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Ibnu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa dia (yang disembelih) adalah Ismail Alaihi salam. Hal yang sama juga dikatakan oleh Yusuf bin Mahran. As-Sya’bi mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam dan dia pernah melihat sepasang tanduk gibasy (domba) di dalam Ka’bah.

Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa anak yang diperintahkan Allah agar disembelih oleh Ibrahim Alaihi salam di antara salah satu dari anaknya adalah Ismail Alaihi salam.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Muhammad bin Ka’ab ada bersamanya di Syam ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah. Ia berkata: “Sesungguhnya berita ini merupakan berita yang belum aku perhatikan dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau katakan.”

Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz memanggil seorang laki-laki Yahudi dari kalangan ulama mereka yang sudah memeluk Islam dan berbuat baik dalam keislamannya. Lalu, Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya: “Manakah di antara kedua putra Ibrahim Alaihi salam yang diperintahkan untuk disembelih?” Laki-laki itu menjawab: “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar tahu tentang hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian Bangsa Arab, jikalau bapak kalian lah yang dimaksudkan dalam perintah Allah serta keutamaan yang dimiliki Ismail Alaihi salam berkat kesabarannya. Mereka berbalik mengingkari hal tersebut dan menganggap bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam karena ia adalah Bapak moyang mereka.”

Dalam ayat lainnya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ (Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya) dalam surah Maryam [19]: 54) merupakan sifat yang menonjol pada diri Nabi Ismail Alaihi salam, sekalipun sifat itu bisa saja tampak pada diri orang lain. Namun, semua ahli sejarah sepakat bahwa sifat mulia itu tersemat pada diri Ismail Alaihi salam  yang tulus dalam berjanji dan menunaikannya.

Dalam buku Zādul Ma’ād karya Ibnu Qayyim Al-Jauzi dan beberapa referensi kitab lainnya menyimpulkan bahwa, yang jadi qurban itu Ismail Alaihi salam. Demikian pula pendapat sebelumnya yang diperkuat hadits riwayat Al-Hakim dari Muawiyah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam tidak menyangkal dengan gelar yang diberikan orang-orang yang menyebutnya ‘Ibn al-Zabīhīn” (anak keturunan kurban), sebagaimana sebuah hadits::  أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ  “Saya adalah putra dua orang yang dikurbankan.”

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Maksud dari dua putra yang dikurbankan adalah: pertama, Nabi Ismail Alaihi Salam yang dikurbankan untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Kedua adalah Abdullah bin Abdul Muthalib (ayahanda Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam).

Abdul Muthalib (kakek Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam) bernadzar apabila memiliki sepuluh anak lelaki yang dewasa, maka salah satunya akan dikurbankan di samping ka’bah. Setelah Abdul Muthalib mengundi, siapa yang akan dikurbankan, nama yang selalu muncul adalah Abdullah. Kemudian atas saran dan petunjuk para tokoh Arab, akhirnya Abdullah tidak jadi dikurbankan. Sebagai gantinya, Abdul Muthalib menggantinya dengan 100 ekor unta.

Sumber dari Ahli Kitab

Menurut sebagian kaum Ahli Kitab, disebutkan di dalam nas kitab-kitab mereka bahwa ketika Ibrahim Alaihi salam mempunyai anak Ismail, ia berusia 86 tahun dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq dari istrinya Sarah, beliau berusia 99 tahun.

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Jadi selisih umur Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam adalah 13 tahun. Kaum Ahli Kitab mengakui bahwa Nabi Ibrahim Alaihi salam diperintahkan untuk menyembelih anak tunggalnya, atau dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya.

Akan tetapi, orang-orang Yahudi mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq Alaihi salam. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka.

Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq Alaihi salam sebagai ganti Ismail Alaihi salam karena bapak moyang mereka adalah Ishaq Alaihi salam, sedangkan Ismail Alaihi salam adalah bapak moyang bangsa Arab.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Kebiasaan orang Yahudi mengubah ayat-ayat kitabullah dan berdusta disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran, antara lain:

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (ال عمران [٣]: ٧٨)

“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 78)

مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ۚ…. (النساء[٤]: ٤٦)

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama…..” (QS. An-Nisa [4]: 46)

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ۙ وَنَسُوا۟ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۖ…. (المائدة[٥]: ١٣)

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat),…” (QS. Al-Maidah [5]: 13)

Orang-orang Yahudi dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan pengertian anak tunggal dengan “anak yang ada di sisimu.”

Takwil penyimpangan seperti ini merupakan hal yang batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam. Lagi pula, secara manusiawi, anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelih­nya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.

Karena Al-Quran telah menyebutkan berita gembira bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam akan kelahiran seorang putra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih), maka jelaslah bahwa yang dimaksud adalah Ismail Alaihi salam, bukan Ishaq Alaihi salam.

Kebohongan untuk Menghancurkan Kaum Muslimin

Kebohongan bangsa Yahudi itu ditiru dan dipraktikkan oleh Bangsa Barat sejak dahulu sampai sekarang. Mereka melakukan banyak kebohongan dalam berbagai bidang. Sebagai contoh, dalam bidang kedokteran, ilmuwan Inggris, William Harvey (w. 1657 M) dinobatkan sebagai penemu sistem sirkulasi darah. Padahal ilmuwan Muslim bernama Ibnu An-Nafis (w. 1288 M) lah yang pertama kali menjabarkan sistem peredaran darah tersebut.

Di bidang politik, pemimpin penjajah Portugis di Maluku, de Mesquita memerintahkan kepada Martin Alfonso Pimenta untuk membunuh Sultan Khairul Jamil (Ternate) pada 28 Februari 1570 M. Saat itu, Sultan Khairul dijebak dengan siasat undangan perundingan damai.

Begitu pula siasat licik yang digunakan oleh penjajah Belanda ketika hendak menangkap Pangeran Abdul Hamid (Pangeran Diponegoro) di pulau Jawa. Setelah dibujuk untuk menandatangani perjanjian damai dengan Belanda di Magelang, 28 Maret 1830 M.

Kebohongan lain juga dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush ketika akan menyerang Irak pada 2002 silam. Bush melegitimasi aksi penyerangannya dengan fitnah keji bahwa Presiden Irak Saddam Husein membuat dan menyimpan senjata pemusnah massal.  Ternyata hingga saat ini, fitnah itu tidak pernah terbukti. Di Irak tidak ditemukan sama sekali senjata pemusnah massal seperti yang dituduhkan AS.

Dari deretan fakta kebohongan di atas, penulis meyakini bahwa film His Only Son dasarnya adalah sebuah kebohongan. Penulis berkeyakinan bahwa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi salam adalah Nabi Ismail Alaihi salam, bukan Nabi Ishaq Alaihi salam sesuai dengan fakta-fakta sejarah dan dalil-dalil dengan kekuatan sanad (sandaran periwayatan) nya.

Maka, penulis mengimbau agar kaum Muslimin tidak menonton film tersebut agar kita semua tidak termasuk dalam golongan orang-orang Kafir dan Munafik, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah An-Nisa [4] ayat 140:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلْكِتَٰبِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا۟ مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦٓ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلْمُنَٰفِقِينَ وَٱلْكَٰفِرِينَ فِى جَهَنَّمَ جَمِيعًا (النساء [٤]: ١٤٠)

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.”

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِالصَّوابِ

Mi’raj News Agency (MINA)

Indeks  /  Kisah  /  Nabi dan Rasul  /  Nabi Ishak as.  /  Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim as.